Life is Calling.. How Far will You Go?

Melewati fajar hari ini dengan tersenyum. Untung puasa kali ini aku masih diberi kesempatan ketemu mereka yang aku sayangi. Solo. Hmm.. Jadi inget yang kemarin-kemarin..

Otista 64 C, Sensus IIc no.10, Kebon Sayur, Kebon Nanas, Shelter Bidara Cina, Jatinegara, Senen, Condet.

Dua tahun yang lalu aku hanya mendengar nama-nama tempat tersebut lewat televisi. Siapa yang menyangka kalau itu adalah tempatku melanjutkan hidup. Tempat dimana aku mengejar apa yang orang-orang sebut sebagai cita-cita, yang sampai sekarang masih terus aku usahakan. Berjalan pada lajur yang sudah Rabbku tetapkan padaku.

Semua orang menghadapi pilihan dan itulah seni kehidupan.




Jika aku boleh memilih, aku ingin kuliah di fakultas kedokteran universitas tempat kelahiranku. Makan siang di rumah dan bolak-balik ke kampus naik motor biru kesayanganku, atau nongkrong sama teman-teman di warung nasi belakang kampus, bertukar cerita tentang praktikum field lab, paper-paper tentang penyakit, sampai bergosip tentang kakak tingkat yang ini dan yang itu, tidur di kasur kamarku, dan mencium tangan ibuk setiap mau berangkat kuliah. Mungkin dengan begitu aku akan bahagia. Mungkin orang tuaku juga ikut bahagia. Mungkin akan ada banyak kebanggaan disana. Mungkin. ^^


Dua tahun yang lalu resminya, aku mulai berkenalan dengan sebuah kota, dan bermacam-macam kebiasaan baru yang harus aku jalani. Satu rumah dengan orang-orang asing, berjalan dengan bingung karena g tahu mau makan apa dan beli di warung sebelah mana. Belum lagi stress yang sering menyerang akibat macet yang bikin jarak tempuh pendek jadi berjam-jam. Mendalami pelajaran hitung menghitung yang kadang kelewat ruwet dan bikin aku pegel-pegel bin encok. Berpisah dengan orang tua, adek-adek, orang-orang yang biasa ditemui setiap hari dan kenyataan mereka berada jauh di tempat yang berbeda.


Apakah aku sedih dengan semua ini? Ya. Aku sedih. Siapa yang tidak sedih menerima kenyataan bahwa apa yang diusahakan tidak membuahkan hasil seperti yang diharapkan. Tapi bukankah kesedihan datang bersama dengan kebahagiaan. Yang aku sebutkan diatas adalah kesedihan, versiku tentunya. Dan aku yakin semua orang memiliki kesedihannya masing-masing, dengan bentuk yang bermacam-macam.


Anehnya, aku mulai menikmati suasana ini. Keramaian asing membuatku lebih mempercayai diriku sendiri. Aku terbiasa menghadapi kemacetan parah yang bikin aku pusing keliling-keliling, toh pada akhirnya aku akan tidur di kasur yang empuk begitu aku sampai di kost. Aku bertemu dengan orang-orang baru dan teman-teman yang membawaku lebih dekat dengan Rabbku (ini yang paling aku syukuri). Kadang aku dibuat kesal dengan orang-orang egois yang memikirkan diri sendiri, tapi aku g membayangkan dunia ini tanpa orang-orang seperti mereka. Dan rasa kangen yang bertumpuk-tumpuk akan terbayar lunas plus kembaliannya saat aku bertemu dengan keluarga tercinta begitu aku beristirahat dari rutinitas ini. Kalau g tiga bulan sekali, satu semester sekali pun lumayan.


Berita baiknya, aku takut jarum suntik. Ternyata aku takut juga sama orang yang berdarah-darah. Kalau menjadi seorang dokter berarti menjadi pembaca dan penghafal yang baik, aku g tahu gimana aku belajar sementara aku bukan pembaca yang setia. Belum lagi menghafal ribuan nama-nama asing, penyakit-penyakit, dan macam-macam obat yang akan dipraktekkan pada manusia. Untungnya sekarang ini pelajaranku cuma ngitung angka satu sampai sepuluh aja. Wkwk.




Dengan begini aku tahu bahwa semua hal yang kurang baik akan baik, paling tidak biasa saja pada akhirnya, jika ditanggapi dengan berlapang hati. Kuncinya adalah bersyukur dan aku berusaha bersyukur setiap saat pada Rabbku. Dan yang membuatku lebih bahagia daripada sebelumnya adalah ketika ibuk berkata, “Bapak dan Ibuk tidak tahu harus berterimakasih seperti apa sama Gusti Allah kamu kuliah disana, nduk..”




Jika aku dianggap sok tahu, maka inilah aku. Aku sering menimbang-nimbang antara usaha yang ku lakukan dengan apa yang seharusnya aku dapatkan. Boleh orang mengatakan bahwa apa yang kita tanam adalah apa yang kita petik. Aku juga setuju. Tapi dalam ilmu statistik saja tidak ada sesuatu yang pasti di dunia ini. Apalagi soal kehidupan. Ada yang Maha Membolak-balikkan segala sesuatunya. Sekali lagi, aku selalu berusaha bersyukur. How far will you go bukan semata-mata masalah jarak, adalah usaha kita, adalah hati kita.




Hidup adalah sebuah perjalanan. Kita harus terus melangkah karena jalan yang harus dilewati masih panjang. Lelah itu biasa dan beristirahat sejenak bukan tidak boleh. Kita g pernah tahu esok hari akan berada dimana, bertemu dengan siapa, dan dengan keadaan yang seperti apa. Berusaha yang terbaik untuk hari ini karena besok adalah rahasia.


0 comments:

Post a Comment

Terimakasih sudah mampir :))