In The Afternoon

Kamis, 23 September 2010


Bau tanah basah.


Khas sekali jejak yang ditinggalkan oleh hujan. Saya sedang tidak berada di pekarangan rumah, atau kebun, atau apapun yang diselimuti oleh lapisan tanah. Saya duduk sambil menikmati kicauan burung kenari yang dipelihara bapak di lantai dua.


Saat saya menulis catatan ini, waktu di notebook menunjukkan pukul 5.47 pm.
Sudah sangat sore di Solo. Hmm.. bicara tentang sore, entah sejak kapan tepatnya, saya sangat menyukai waktu ini.


Pernah seseorang mengatakan pada saya, bahwa sore itu saat yang romantis. Saya sendiri belum mau mengartikan romantis sebagai berduaan dengan yang bukan hak saya. Romantis yang saya tangkap dari apa yang orang tersebut katakan, lebih pada suasana hati saya sendiri. Bagaimana waktu ini memberikan jeda untuk kita mengambil makna.


“Ambil lah waktu barang semenit untuk melihat matahari tenggelam. Rasakan saat ia menginjak rem hidup kita agar melaju lebih pelan. Memberikan kesempatan pada diri kita untuk merenungi apa yang terjadi sehari ini. Entah itu senang, sedih, atau yang lainnya. Ijinkan senja memberi jeda dan melahirkan makna. Apapun yang kita alami sudah seharusnya disyukuri.”


***




Salah satu sore paling indah di depan kos, Kebun Sayur, Jakarta.


***

Sayup saya dengar adzan maghrib berkumandang.


Saatnya saya berduaan dengan Rabb yang telah mengatur jadwal kehidupan yang saya lalui. Kembali sore ini saya berterimakasih karena masih dipercayai menghembuskan nafas, mendengarkan dua adik yang marah-marah karena telat dijemput, dan seporsi nasi ayam tulang lunak tadi siang.

0 comments:

Post a Comment

Terimakasih sudah mampir :))