Jakarta : Banyak Pelajaran Banyak Belajar

Sesekali rasanya memang sangat tidak nyaman berdesakan di dalam metromini, angkot, atau kereta api listrik. Terkadang saya hanya bisa membuang muka ke arah jendela. Melihat ke arah luar karena terlalu sumpek berada di tengah banyak orang dengan berbagai bau yang mereka tawarkan.


Jakarta. Kata mereka ibu kota lebih kejam daripada ibu tiri. Kebanyakan migran yang datang ke kota ini melempar dadu untuk apa yang mereka sebut "kehidupan yang lebih baik".


Buat saya, Jakarta adalah kota dengan seribu satu pelajaran. Di kota ini kita bisa menemukan sesuatu yang paling baik, sampai yang paling buruk. Sepersekian detik saja selalu ada kejadian yang bisa dijadikan pelajaran hidup.

Sekitar dua setengah tahun yang lalu saya mulai tinggal di kota ini, kesimpulannya masih sama. Jakarta, kota terbaik belajar sabar. Dan yang saya ingin bagi adalah kenikmatan saya saat berada di dalam metromini, kopaja, angkot, atau kereta api listrik. Kata umumnya, "angkutan murah" di Jakarta.


Membuang muka keluar saat naik metromini memang sering saya lakukan. Tapi ada pemandangan lain yang lebih menarik hati untuk disaksikan. Di dalam metromini, juga di dalam kereta ekonomi, banyak kita temui berbagai pedagang asongan. Mulai dari penjual air minum bergaya "akua-mijon", tukang buah (mulai dari jeruk, mangga, sampai duren), tukang jual gorengan, ikat rambut, dkk lengkap dengan peragaan dan gaya pemasaran mereka masing-masing. Lagi-lagi untuk mencari sejumput rejeki. Aneka pengamen mulai dari yang bersolo vokal sampai pengamen kelas band juga ada. Yang bermodal suara pas-pasan, tapi ada juga yang mirip suara Charlie ST-12. Demikian cara mereka untuk sekedar mempertahankan hidup paling tidak untuk hari ini.


6 Maret 2010


Saya senang belajar dari mereka. Orang-orang yang berani malu untuk mempertahankan sesuatu yang mereka anggap penting. Kadang banyak yang mencemooh dan melihat mereka sebelah mata. Sekali lagi, mereka ada untuk kita berbagi pelajaran. Belajar bagaimana hidup dengan kerja keras, banting tulang, juga berbagai pelajaran kemanusiaan yang bisa kita dapatkan.


Dengan mereka, seharusnya kita juga belajar memanusiakan manusia. Hal-hal yang sepele seperti sudut pandang, seharusnya bisa lebih objektif dan arif dalam menanggapi keberadaan mereka. Apa kita mau disuruh bekerja seperti mereka? Buat mereka, malu? Jelas. Tapi malu tak lagi penting jika dbandingkan dengan lapar di perut mereka. Saya pernah mendapat tawaran seorang dosen untuk mengamen di terminal Kampung Melayu. Dan jawaban saya jelas. Jelas saya tidak mau. Seperti itulah, dan saya juga bisa menebak jawaban teman-teman jika saya menawarkan hal yang sama. Alasannya boleh bermacam-macam. Malu lah, nggak berani lah, bodoh lah, yang jelas intinya satu, tidak mau.


17 Oktober 2010

Kawan, hidup memang keras karena hidup adalah perjuangan itu sendiri. Dan perjuangan tidak pernah dijanjikan mudah. Di tempat sepele semisal metromini pun, kita masih bisa berpikir untuk menjadi orang yang lebih baik, dari mereka yang kita sangka mengganggu saja.


Menikmati hidup, tapi tidak lupa memperjuangkannnya. Memperjuangkan hidup, tapi tidak lupa menikmatinya. Entah kenapa saya mulai menyukai tempat ini, dengan segala yang ada di dalamnya. Saya tidak bilang tidak pernah capek, bosan, dan penat. Tapi inilah Jakarta. Banyak pelajaran, banyak belajar.

0 comments:

Post a Comment

Terimakasih sudah mampir :))