Beberapa bulan sebelum Abi menghilang. Masih ingat dengan jelas.
Teras rumah Ima, jam setengah lima sore.
“heh, Tan, jangan ngelamun ah! Ntar jadi nenek-nenek!! Manisnya ilang lho... ”
“kamu jangan ngrayu, Bi...”
“kamu itu suka gerimis kan? Hmm... suka jalan di bawah gerimis juga?! Waktu itu kamu pernah bilang kalau gerimis sedang menyatakan cintanya pada bumi, kita hanya perlu diam. Menikmati setiap rintik yang ikut membasahi hati kita. Dari gerimis, kamu ketemu cinta. Eh, iya g sih Tan?”
Aku melihat langit mendung. Sengaja menarik nafas lebih panjang dari sebelumnya.
“Waktu pertama kali kita ketemu juga ya, Tan? Tiba-tiba aja ketemu kamu di Shelter Matraman. Habis turun bareng dari Busway, eh pas mau jalan lagi ternyata malah hujan deres banget. Kamu tahu g, Tan? Waktu itu.. aku ketemu cinta...” Abi mengenang masa pertama kali dia bertemu denganku.
Suasana ini. Gerimis ini. Aku suka. Sedikit terlintas bayangan seseorang yang membuat jantungku berdegup kencang. Dan dihadapan Abi, aku cuma bisa diam. Dengan begini akan jauh lebih baik. Daripada memancing pembicaraan yang akan menyulitkan diriku sendiri.
“Aku mau kamu menungguku”, Abi tiba-tiba menembakkan kata-katanya. Tanpa basa-basi.
“Aku butuh sedikit waktu untuk membuktikan diri. Setelah itu, aku mau bener-bener serius sama kamu..”
Rintik yang jatuh di tanah semakin lama semakin rapat aku lihat. Hampir tidak menyisakan ruang kering lagi.
“Bi, aku g bisa janji apa-apa ke kamu. Aku g tahu besok akan ketemu siapa. Kamu juga g tahu kan Bi bakal ketemu sama siapa? Janji cuma akan menciptakan simpul ruwet yang g tahu bisa kita urai atau g di kemudian hari. Dan aku sudah lelah menghadapi simpul... ”
Hatiku memang menanti gerimis. Tapi bukan ini. Maafkan aku, Abi...
Aku melihat langit mendung. Sengaja menarik nafas lebih panjang dari sebelumnya.
“Waktu pertama kali kita ketemu juga ya, Tan? Tiba-tiba aja ketemu kamu di Shelter Matraman. Habis turun bareng dari Busway, eh pas mau jalan lagi ternyata malah hujan deres banget. Kamu tahu g, Tan? Waktu itu.. aku ketemu cinta...” Abi mengenang masa pertama kali dia bertemu denganku.
Suasana ini. Gerimis ini. Aku suka. Sedikit terlintas bayangan seseorang yang membuat jantungku berdegup kencang. Dan dihadapan Abi, aku cuma bisa diam. Dengan begini akan jauh lebih baik. Daripada memancing pembicaraan yang akan menyulitkan diriku sendiri.
“Aku mau kamu menungguku”, Abi tiba-tiba menembakkan kata-katanya. Tanpa basa-basi.
“Aku butuh sedikit waktu untuk membuktikan diri. Setelah itu, aku mau bener-bener serius sama kamu..”
Rintik yang jatuh di tanah semakin lama semakin rapat aku lihat. Hampir tidak menyisakan ruang kering lagi.
“Bi, aku g bisa janji apa-apa ke kamu. Aku g tahu besok akan ketemu siapa. Kamu juga g tahu kan Bi bakal ketemu sama siapa? Janji cuma akan menciptakan simpul ruwet yang g tahu bisa kita urai atau g di kemudian hari. Dan aku sudah lelah menghadapi simpul... ”
Hatiku memang menanti gerimis. Tapi bukan ini. Maafkan aku, Abi...
0 comments:
Post a Comment
Terimakasih sudah mampir :))