Your Guardian Angel
Be Amazed By
ada yang menyembul dari kepalanya
saya menyebutnya keajaiban aksara
entah ide tentang letupan kegembiraan yang seperti mercon yang mau meledak itu
entah ide tentang sedihnya perpisahan yang dilakukan sendirian
selalu ada yang lahir dari tangan dan pikirannya
sekedar menahan kata agar tidak sia-sia menguap di udara
lalu meraciknya agar benar-benar lezat saat dibaca
kalimat demi kalimat yang tersaji
seperti meja prasmanan yang sangat panjang
ada bermacam-macam rasa yang disajikan
dan menikmati sederet yang panjang itu semakin membuat saya lapar saja
akhirnya,
tugas saya hanyalah mengapresiasi
mengambil sekelumit nasehat yang terselip di setiap kisahnya
ditunggu menu berikutnya yaa ^^
Perahu Kertas
Salah satu novel terbaik yang pernah saya baca. Sungguh. Saat membacanya sering segera ingin menuju bagian selanjutnya. Tapi, waktu tiba di bagian tertentu, saya sengaja berlama-lama. Sekedar untuk merasakan keindahan bahasa milik Dee atau sengaja berperan menjadi Kugi dalam novel ini. Hehe.. Tapi saya sering membayangkan jadi Luhde juga.
And this is my favourite pages.. ^.~a
_226_
Ia teringat bebunyian itu. Lebih dari setahun yang lalu, bercampur dengan satu lagu yang dulu ia putar hampir tiap malam saat memahat sendirian di sini. Lagu yang selalu mengingatkannya pada orang yang sama. Pelan, hanya untuk didengar dirinya sendiri, Keenan mulai bersenandung:
“And my bitter pill to swallow is the silence that I keep/ That poisons me, I can’t swim free/ The river is too deep/ I am no worse in love with your ghost/ In love with your ghost ...”
Nada terakhirnya menggantung di udara. Menyisakan suara bambu dan suara-suara dalam kepalanya. Keenan teringat kata-kata Luhde. Kenangan hanyalah hantu di sudut pikir. Dan selama ini, ia telah memelihara sebuah cinta pada kenangan, pada wujud yang tak lebih dari bayangan, sekalipun Kugy adalah bayangan terindah yang pernah hidup dalam hatinya.
Keenan memejamkan mata. Meresapi perih yang merasuki seluruh sel tubuh. Namun, ia pun tahu, sudah saatnya ia melepaskan bayangan itu. Keenan mengecup pelan pahatannya. “Kecil ... mungkin ini memang bukan untuk kamu,” bisiknya. Baru sekali itu Keenan merasakan perihnya perpisahan yang dilakukan sendirian.
_299_
“Wayan ...,” sergah Lena, “aku ... minta maaf.”
“Kamu nggak perlu minta apa-apa, Lena. Semuanya aku lepaskan untuk kamu.” Wayan tersenyum tipis.
Sesuatu seolah membuncah ingin keluar dari dadanya, Lena nyaris tak bisa berdiri dan berucap, tapi ia pun tahu kesempatan ini mungkin tak akan ada lagi. Ia harus bicara. “Aku harus meninggalkan kamu waktu itu. Aku tidak mungkin mengorbankan Keenan dalam perutku. Dan keputusanku bukan karena Adri ... bukan karena hatiku yang memilih dia ... tapi karena kandunganku ....”
“Lena ... sudah. Aku tahu. Aku mengerti. Dan aku bahagia kamu memilih untuk mempertahankan Keenan.”
“Antara aku dan Adri waktu itu—”
“Apa pun yang terjadi antara kalian berdua, tidak lagi penting buatku sekarang. Kalian sudah membuktikannya dengan bertahan bersama sekian lama. Aku senang dia mampu menyayangi dan mengurusmu dengan baik,” Wayan mengatur napasnya yang menyesak, “hati kamu mungkin memilihku, seperti juga hatiku selalu memilihmu. Tapi hati bisa bertumbuh dan bertahan dengan pilihan lain. Kadang, begitu saja sudah cukup. Sekarang aku pun merasa cukup.”
Lena merasakan kedua matanya panas, tapi tak ada air mata yang keluar.
Luhde menyandarkan kepalanya di dinding, memandangi pamannya yang duduk memunggunginya. Sudah beberapa hari ini pamannya giat melukis. Mungkin karena baterainya sempat terisi dengan kedatangan Keenan beberapa waktu lalu. Sudah beberapa hari ini, Luhde malah tidak bisa tidur. Hatinya resah. Nyaris tidak pernah tenang. Dan, sama seperti pamannya, itu pun disebabkan kedatangan Keenan.
“Poyan ....”
“Ada apa, De?”
“Bagaimana kita bisa tahu kapan waktunya untuk menyerah, dan kapan waktunya untuk bertahan?”
Mendengar pertanyaan Luhde, Pak Wayan berbalik. “Poyan juga tidak pernah tahu,” jawabnya lugas.
“Dulu, Poyan memutuskan untuk menyerah. Membiarkan meme-nya Keenan memilih orang lain. Kapan Poyan merasa bahwa itulah keputusan yang tepat?”
“De, sejujurnya, apakah itu menyerah, atau justru bertahan ... Poyan tidak pernah tahu. Bahkan sampai hari ini. Apakah ini menyerah namanya? Barangkali betul begitu. Tapi dalam apa yang disebut menyerah, Poyan terus bertahan. Poyan tidak tahu. Tapi hidup yang tahu.”
Luhde menggigit bibirnya. Ia ingin mengucapkan sesuatu, sekaligus gentar dengan reaksi pamannya nanti. Namun, desakan itu sangat kuat. “Poyan ... jangan marah kalau saya ngomong begini, tapi ... saya nggak mau jadi seperti Poyan. Atau seperti meme nya Keenan. Sepuluh, dua puluh tahun dari hari ini, saya masih terus-terusan memikirkan orang yang sama. Bingung di antara penyesalan dan penerimaan.”
Wayan terdiam mendengar luncuran kalimat dari mulut keponakannya. Ia seperti dicekoki segenggam pil pahit sekaligus. Getir, pedih, tapi ia merasakan kebenaran dalam katakata Luhde. “Kamu benar. Jangan jadi seperti Poyan,” ujarnya lirih.
“Tapi, bagaimana saya bisa memutuskan itu?” ratap Luhde.
“De, Poyan percaya hidup ini sudah diatur. Kita tinggal melangkah. Sebingung dan sesakit apa pun, semua sudah disiapkan bagi kita. Kamu tinggal merasakan saja,” Wayan berkata lembut, “rasakan saja, De. Kamu pasti tahu jawabannya. Begitu juga dengan dia. Tidak ada yang bisa memaksakan, apakah Keenan memang untuk kamu atau ... untuk orang lain.”
Jantung Luhde serasa berhenti berdegup. Poyan sudah tahu.
“Pada akhirnya, tidak ada yang bisa memaksa. Tidak juga janji, atau kesetiaan. Tidak ada. Sekalipun akhirnya dia memilih untuk tetap bersamamu, hatinya tidak bisa dipaksa oleh apa pun, oleh siapa pun.”
Luhde menunduk. Menyembunyikan matanya yang berkaca- kaca. Ia memahami apa yang diucapkan pamannya. Yang belum ia pahami adalah, mengapa harus sesakit ini rasanya?
_430_
Keenan tak tahu lagi harus berkata apa. Segalanya seperti jalan buntu. “De ... kalau memang saya harus pergi, saya rela. Tapi, tolong kasih tahu saya sekali lagi ... kenapa?”
desaknya, meratap.
“Saya belajar dari kisah hidup seseorang. Hati tidak pernah memilih. Hati dipilih. Jadi, kalau Keenan bilang, Keenan telah memilih saya, selamanya Keenan tidak akan pernah tulus mencintai saya. Karena hati tidak perlu memilih. Ia selalu tahu ke mana harus berlabuh,” Luhde menggenggam tangan Keenan sejenak, “yang Keenan cari bukan di sini.”
Keenan terdiam. Seiring angin yang bertiup serupa tiupan seruling, mendadak benaknya terisap ke masa lalu. Kembali ke malam saat ia mendengar angin berbunyi serupa, menggoyangkan kentungan bambu yang tergantung di tepi atap bale. Malam di mana ia membuat pilihan. Ucapan Luhde menyadarkannya. Ia hanya memilih untuk memberikan seonggok kayu berukir, sementara apa yang mendorongnya untuk mengukir tak pernah bisa ia berikan. Keenan mengatupkan matanya erat-erat. Semua ini terlalu getir untuk ia telan. Namun, inilah kejujuran.
Sibuk, 12 November 2010, Pernikahan
Sibuk di akhir minggu.
Yah, begitulah saya 2 minggu terakhir ini. Sabtu yang seharusnya jadi agenda saya "leyeh-leyeh" di kosan nampaknya drastis berubah. Hari jumat yang tadinya gitu-gitu aja juga full buat aktivitas di luar kosan. Dan pasti terselip agenda jalan-jalan g jelasnya, ehehe...
Kebiasaan jelek saya juga kumat akhir-akhir ini. Ehm, bukan jelek sih sebenernya. Saya khilaf. Boros. Banyak Maunya. Aduh-aduuuh, saya menghabiskan uang untuk hal-hal yang tidak terlalu penting. beberapa waktu yang lalu pergi ke salah satu pusat perbelanjaan di Jakarta. Rencana awal adalah mengantar teman. Tapi apa? Saya sendiri yang akhirnya terjebak. Ah payah.
Tapi sebagian transaksi sangat memuaskan. Saya suka warnanya. Yang tersukses si oranye itu. Ehehe, dasar!!
Setengah bulan November hampir terlewati. Bener kaan... Hmmm. Ada banyak kejutan. menyenangkan. ^^
12 November 2010
Di bawah jembatan Casablanca, aku ingat betul pernah ada dua remaja perempuan yang bertingkah tidak sopan. Mereka cantik dan bersih. Dan dengan dandanan seperti bintang iklan. Seenaknya berteriak "taeek" dari dalam angkot pada orang yang belum mereka kenal. Hmm.. Orang tua mereka mungkin bekerja di salah satu kantor mewah daerah Sudirman. Dengan ibu yang koleksi high heels jutaan harganya, hanya karena warnanya yang kuning atau merah maroon. Mungkin harga seporsi makan malam di restoran mahal mereka bisa digunakan untuk sekolah sopan santun.
Ada seorang lelaki melempar senyum padaku. Konyol. Masa bodoh. Aku berjalan memasuki sebuah kawasan perumahan lumayan elit. Lagi-lagi kota tua yang aneh. Tetanggaku di kos banyak yang kelimpungan saat hujan tiba. Was-was rumah mereka tenggelam karena Ciliwung sakit-sakitan. Elit jadi sulit diterima, malahan kadang jadi dilema. Terlalu besar "gap"nya.
Hp di dalam tasku bergetar. Sebuah sms singkat "ada waktu?" Hmmm...
Beberapa jam kemudian...
Banyak hal yang kita bicarakan. Aku pikir seorang aku akan selamanya jadi anak-anak. Grow a day older. Aku berharap itu bukan mimpi. Dan air bening di sudut mata waktu itu adalah buktinya. Beberapa orang benar akan pendapatnya. Memang kadang terlalu sulit meyakinkan mereka hanya karena keterbatasan bahasa yang aku punya. Tapi percayalah. Aku menyayangi kalian semua. Bahkan di saat tersulitku sekalipun. Aku membutuhkan keyakinan.
"Hei orang yang ada di seberang telepon. Terimakasih ya. Sungguh. Aku ingin ini berujung pada -yang terbaik- yang Allah kehendaki. Apapun itu. Apapun."
"Oia, aku minta maaf untuk mereka. Dan aku tidak ge er. :p "
Hiaaaah. Besok hari Senin lagi dan saya hanya ingin tiduran seharian. Tapi tugas menumpuk. Tidak ada alasan untuk bersantai di hari libur aneh saya. Baiklah, 2 minggu menjelang UTS. Apa kabar kuliah pengganti? Jangan bilang akan padat merayap di hari-hari terakhir.
Saya hampir lupa. Hari ini mbak Erya menikah. Mbak mentor kesayangan saya ini memberikan kabar pernikahan yang sama mengejutkannya dengan mercon yang meledak. Dua minggu yang lalu kita masih membicarakan masalah yang sama, penempatan yang kejam dan calon suami yang entah kapan datangnya. Dan seminggu berikutnya, mbak Erya bilang kalau minggu depan akan menikah. It was so great. Finally, dia membuktikan pada kami kalau yang dia yakini memang benar adanya. Tepat pada waktunya.
>,<
Hehehe.. saya suka becandaan teman-teman di lingkaran kecil Boria Ayei ini. Dan saya sempat mengira mbak Erya becanda juga waktu ngasih tahu kabar itu. Huhuhu... Selamat menempuh hidup baru sebagai seorang istri ya mbaaak.. Saya benar-benar terharu lho dengan ceritanya. Wkwkwk..
Just like Ronan Keating said “If tomorrow never comes ...”
Beberapa hari yang lalu seorang sahabat ngeshare sebuah link pada saya. Di sini. In english. Yeah... ^^
Dan beberapa menit kemudian, saya mewek.
I know it just an ordinary short story. But... hmm...
10th Grade
As I sat there in English class, I stared at th e girl next to me. She was my so called “best friend”. I stared at her long, silky hair, and wished she was mine. But she didn’t notice me like that, and I knew it.
After class, she walked up to me and asked me for the notes she had missed the day before and handed them to her. She said “thanks” and gave me a kiss on the cheek. I wanted to tell her, I want her to know that I don’t want to be just friends, I love her but I’m just too shy, and I don’t know why.
11th Grade
The phone rang. On the other end, it was her. She was in tears, mumbling on and on about how her love had broke her heart. She asked me to come over because she didn’t want to be alone, so I did. As I sat next to her on the sofa, I stared at her soft eyes, wishing she was mine. After 2 hours, one Drew Barrymore movie, and three bags of chips, she decided to go to sleep. She looked at me, said “thanks” and gave me a kiss on the cheek. I want to tell her, I want her to know that I don’t want to be just friends, I love her but I’m just too shy,
and I don’t know why.
Senior Year
The day before prom she walked to my locker. “My date is sick” she said; he’s not going to go well, I didn’t have a date, and in 7th grade, we made a promise that if neither of us had dates, we would go together just as “best friends”. So we did. Prom night, after everything was over, I was standing at her front door step! I stared at her as she smiled at me and stared at me with her crystal eyes. I want her to be mine, but she isn’t think of me like that, and I know it. Then she said “I had the best time, thanks!” and gave me a kiss on the cheek. I want to tell her, I want her to know that I don’t want to be just friends, I love her but I’m just too shy, and I don’t know why.
A day passed, then a week, then a month. Before I could blink, it was graduation day. I watched as her perfect body floated like an angel up on stage to get her diploma. I wanted her to be mine, but she didn’t notice me like that, and I knew it. Before everyone went home, she came to me in her smock and hat, and cried as I hugged her.
Then she lifted her head from my shoulder and said, “you’re my best friend, thanks” and gave me a kiss on the cheek. I want to tell her, I want her to know that I don’t want to be just friends, I love her but I’m just too shy, and I don’t know why.
A Few Years Later
Now I sit in the pews of the church. That girl is getting married now. I watched her say “I do” and drive off to her new life, married to another man. I wanted her to be mine, but she didn`t see me like that, and I knew it. But before she drove away, she came to me and said “you came!”. She
said “thanks” and kissed me on the cheek. I want to tell her, I want her to know that I don’t want to be just friends, I love her but I’m just too shy, and I don’t know why.
Funeral
Years passed, I looked down at the coffin of a girl who used to be my “best friend”. At the service, they read a diary entry she had wrote in her high school years. This is what it read:
I stare at him wishing he was mine, but he doesn’t notice me like that, and I know it. I want to tell him, I want him to know that I don’t want to be just friends, I love him but I’m just too shy, and I don’t know why.
I wish he would tell me he loved me!
I wish I did too… I thought to my self, and I cried.
Angan-angan yang Memperdaya
Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Masud, Rasulullah shalallahu 'alaihi wassalam suatu hari duduk-duduk santai bersama para sahabatnya. Utusan Allah ini lalu menggambar empat persegi panjang di atas tanah. Dari tengah empat persegi panjang itu, kemudian ia menarik garis lurus yang menjulur keluar, lalu memberi garis-garis kecil menuju garis di tengah tersebut.
Para sahabat memperhatikan gambar itu penuh tanda tanya. Suasana menjadi hening. Begitu selesai, Rasulullah shalallahu 'alaihi wassalam lalu menjelaskan, ''Ini, titik yang berada di ujung garis di tengah, adalah menusia. Sedangkan keempat garis persegi panjang adalah ajal yang selalu mengitari kehidupannya di dunia ini.
Setelah itu nabi melanjutkan, ''Sedang garis lurus yang menjulur keluar adalah angannya yang indah dan menyilaukan, sementara garis-garis kecil adalah kejadian-kejadian yang selalu ia akan hadapi sepanjang hidupnya (seperti sedih, gembira, panas, lapar, dingin, sakit, sukses, gagal, untung dan bangkrut). Bila ia lolos dari yang satu, maka akan ditimpa oleh yang lain. Bila lolos dari yang terakhir ini, maka ia akan ditimpa oleh yang lainnya lagi. Demikian seterusnya.
Namun, seringkali tujuan hidup seperti ini terhalang oleh kemilaunya angan-angan yang menyilaukan. Pada hakekatnya semua itu menjebak dirinya. Angan-angan untuk bisa hidup layak di masa mendatang seringkali menutup kesadaran manusia bahwa hidup ini, bagaimanapun lamanya, pasti dibatasi oleh keempat garis ajal. Secepat itu pula kesadaran akan adanya batas-batas moral dan hukum lenyap ditelan ramainya persaingan. Akhirya kedamaian dan kenyamanan hidup menjadi barang mahal yang tak sanggup dibeli oleh masyarakat.
Mungkinkah kewaspadaan terhadap kemilaunya angan-angan yang membius itu bisa menjadi penawar bagi kegersangan dan kegundahan hati, seperti yang dituntunkan oleh baginda Rasul kita? Semoga.
Kholid Muslih
republika
November Semoga Ceria
Ini postingan pertama saya di bulan November.
Hoaaa...
Alhamdulillah, saya mengawali bulan ini dengan suasana hati yang campur aduk. Banyak hal yang datang dengan tak terduga. Kebanyakan sih hal-hal yang menggembirakan, tapi kebahagiaan selalu disisipi sama saudaranya. =)
Hmm...
Mulai bulan ini saya ngajar lagi. Setelah beberapa bulan vakum dari dunia les-lesan, saya putuskan untuk nyemplung lagi. Saya sedang ingin basah dengan kesibukan. Bener-bener useless kalau cuma mondar-mandir g jelas di kosan. And well, hari Minggu kemarin saat sedang asik belanja barang-barang keperluan rumah tangga di Carefour Ammbasador, seorang "mbak-mbak" menelepon saya. Hihihi... ternyata anaknya yang kelas enam SD minta dilesin. Dan setelah ada kesepakatan akhirnya saya mulai ngajar minggu ini.
Oia, saya punya target baru di tahun ketiga saya. Huh hah. Pokoknya udah g boleh main-main lagi. Kalau masih males-malesan juga, mungkin akan nyesel seumur hidup. Di bawah genderang perang statistika kependudukan, saya akan berjuang. *backsound: geledek menyambar-nyambar* hahaha...
Ngomong-ngomong, saya dapet surat cinta lho. Xixixi... ^^
November ceria. Itu kata lagu. Akan dapet kejutan apa lagi di bulan ini, saya g sabar pengen tahu.
Banyak orang-orang tercinta yang milad di bulan ini. Dua orang paling aku sayangi. Dan juga adek paling cengeng sedunia.
2 November 2010
Dek Ela ku sayang milad ke 13
tadi siang baru sempet nulis di FB, tapi kemarin udah telepon sih.
adekku sayaaaaang... >.<
huhuhu..
ibuk masak apa kmaren?
sini sini dikirimin ke mb.ita
met milad ya..
kadonya doa dulu
nnti kalo mb.ita pulang pngennya dibeliin apa?
hmm..
semoga tambah rajin ya ibadahnya, sholatnya jgn bolong2
semoga selalu bahagia n disayang sama Allah
Malam ini saya berharap ada di rumah. Biasa. Begadang sendirian nonton TV atau online ngutak atik blog. Lalu diam-dian mengintip ke kamar kedua adek saya, melihat kalau-kalau ada nyamuk atau apapun nemplok ke mereka. Benerin selimut mereka atau hanya sekedar melihat mereka sedang tidur, mereka yang ternyata bisa juga tumbuh dewasa.
Hehehe..
Suasana jadi mellow nih..
dek ela, karena cake udah biasa, mbak cariin es krim aja yaa... ^^