Hari ini, saya melihat seorang gadis memenangi sebuah lomba penulisan karya ilmiah. Setahu saya, dia sangat pintar, brilian. Kata seorang teman, sebelum masuk ke universitas dia mendapat peringkat pertama nilai ujian nasional terbaik sebuah provinsi di pulau Jawa. Baru saya tahu, ternyata sejak kecil orang tuanya menanamkan pada diri gadis tersebut tentang pentingnya apresiasi diri. Maka ia hidup untuk mengejar prestasi. Saya pikir, ini sebagian arti kebahagiaan buat dia.
Hari ini saya juga bertemu dengan seseorang yang terlalu memaksa dirinya. Dia ingin selalu tampil sempurna di depan orang lain. Mengetahui seseorang berbuat X, lalu membaca statusnya di jejaring sosial yang mengatakan Y itu menyebalkan. Yah, sebagian orang merelakan diri menjadi bahan tertawaan untuk orang lain. Tapi, saya menyadari, sebagian orang juga mengejar simpati. Kebahagiaannya, saat orang lain memandangnya dengan rasa kagum.
Hari ini, saya juga bertemu dengan orang yang membingungkan. Kadang dia bicara dengan baik di depan saya. Menguatkan, memberi saran. Namun kadang, entah karena kebetulan atau memang ditunjukkan Tuhan, saya bisa merasakan kalau diam-diam dia berdoa yang sebaliknya untuk saya. Baru saya tahu juga, beberapa orang diperlakukan sama. Untuk musang yang memakai bulu domba ini, saya tebak dia mengejar kepunyaan orang lain. Kebahagiaannya, melihat apa yang ia raih tak teraih oleh orang lain.
Hari ini, saya bertemu dengan diri saya sendiri. Tiba-tiba, saya ingat dosa. Kenapa saya terlalu menilai ini dan itu tentang orang lain. Menilai tentang bagaimana mereka mencitrakan dirinya, bagaimana mereka ingin dilihat di depan manusia, apa yang mereka kejar, dan sebagainya. Saya begitu sibuk mengurusi orang lain sampai berpikir terlalu dalam tentang mereka. Hmm, atau mungkin apa yang saya pikirkan malah terlalu dangkal. Lalu saya buru-buru menghela nafas, merapal permintaan maaf pada Tuhan, dan berfikir tentang apa yang ingin saya kejar. Ternyata, saya ingin berprestasi juga, mendapat simpati juga, meraih apa yang orang lain bisa raih juga.
Inilah manusia bernama "saya". Banyak berprasangka, perasa, dan tidak peka. Maka sebaiknya, saya belajar dari semua orang-orang yang saya temui hari ini. Belajar mengejar kepunyaan saya sendiri. Mengejar kebahagiaan. Karena pada akhirnya, setinggi apapun, sekeras apapun, seluas apapun, sesungguh-sungguh apapun, muara akan ada pada hati yang bahagia.
Maka... untuk saya, mulailah menyiapkan hati yang selalu bersyukur. Kata mereka, bahagia selalu ada pada hati yang bersyukur.
1 comments:
Apapun yang dicari, tapi intinya kita harus punya keinginan. harus punya sesuatu yang dicari. Jangan punya konsep hidup seperti air yang mengalir.
Untuk menambah pilihan, harus nambah wawasan. banyak baca buku.
Untuk terjaga agar tidak memilih pilihan yang buruk, harus inget Allah. Harus belajar agama. Sering baca Qur'an (Yang ini menyindir diri sendiri sih hehehe).
Anyway. Great post as always
Post a Comment
Terimakasih sudah mampir :))