Baru-baru ini ada beberapa temen yang pergi ke gunung Papandayan. Hummm, jadi inget setahun lalu kesana juga sama temen-temennya si hubby. Dan sampai sekarang belum sempet nempelin fotonya di lapak gelap.
Yakk, tepat tanggal 12-14 April 2012 (pas banget ulang bulan) saya, hubby (dulu masih calon suami :p), mas ubay, mas cahyo, mas fufu, yeyen, dan mbak wida nekat ke papandayan. Saya sendiri sebenernya suka sama kegiatan macam pecinta alam yang naik-naik gunung. Tapi karena nggak pernah dapet restu orang tua untuk ikut organisasi kepencita-alaman jadi ya minim pengalaman. Tapi jangan salah, boleh diuji fisik saya soal beginian.
Saya sempet nulis tentang trip ke papandayan di tumblr tahun lalu. Jadi, saya copasin aja ya ke sini. Hihi.
Tujuannya... gunung Papandayan, di Garut. Kami berangkat dari terminal Lebak Bulus jam 10 malam, pake bus terakhir. well, karena aku gak bisaan banget naek bus, sepanjang perjalanan tidur terus karena efek antimo. Hahaha. Ya mending lah daripada mabuk darat laut dan udara :p
Sampai di Garut jam 3 pagi. Disana udah ada bang… (aku lupa nama abangnya). Kami dijemput naik mobil bak terbuka menuju pos di kaki gunung Papandayan. Brrr. Duinginnya minta ampuuun. Sampai disana sekitar jam 4. Masih gelap banget. Dan suasana jadi makin romantis karena kami harus numpang di salah satu warung untuk menghangatkan diri (baca: nimbrung sama “teteh” di warungnya lalu membajak sebuah lampu petromag buat ngangetin badan).
Oiya, aku malah lupa memperkenalkan rombongan kami. Pimpinan ekspedisi kali ini mas ubay (mas bayu). Seksi perlengkapan ada mas fufu (mas fuad), mas cahyo, dan mas arga. Seksi konsumsi ada mbak widha dan yang bawaannya nggak jelas ada yeni dan aku.
Lanjut ke cerita awal :D
Setelah menunggu, jam setengah 2 kami berangkat. Bermodalkan nekat dan nyali, kami berniat menuju ke death forest. Semacam hutan dengan tanah warna putih dan pohon2 yang mati terkena lahar. Dari kejauhan sepanjang perjalanan menuju ke pondok salada, sebenarnya kami telah melihat tempat itu. Kata seorang bapak warga asli Papandayan yang kami temui, death forest tempatnya dibalik bukit.
And you know? Di sini banyak sekali bukit yang killer banget viewnya. Huhu.
Bermodal nekat, naik saja kami menuju arah yang diberitahukan seorang teman sesama pendaki. Kami berusaha mencari sisa-sisa potongan tali rafia yang ditinggalkan pendaki sebelumnya. Tapi lama kami menyadari, makin jauh kami dari death forest. Damn. Selama hampir dua jam kami tersesat. Ternyata ohh.
Dalam perjalanan pulang ke pondok salada, mas fufu punya ide. Karenanya, kami mencoba rute lain menuju death forest. Waktu yang ditargetkan setengah jam. Kalau dalam setengah jam kami tidak menemukannya, maka kami harus segera pulang ke tenda.
And it’s amazing!!! Dalam waktu kurang dari 20 menit kami sampai di death forest. Ternyata jalan awal yang kami lalui itu arah sebaliknya. Alhamdulillah ya Allah. Hehehhe
Karena hari mulai gelap, kami memutuskan untuk pulang, beristirahat, dan tentu saja„, makan. Cacing di perut kami sudah dari tadi minta nasi :p Perjalanan menuju padang edelweis kami lanjutkan keesokan harinnya.
Berkemah di alam terbuka sebenarnya bukan yang pertama buatku. Dan semua camping di gunung menyisakan satu hal yang menjengkelkan. Dingin. Meskipun aku sudah memakai jaket tebal yang dibawakan teman sekosan dan sleeping bag yang tebal itu, tetap saja… Duiiiingiiiiiiiinnnn banggeddd udaranya.
Tau nggak, malam di Papandayan aku habiskan dengan main UNO. Dari dulu aku sudah sering denger UNO, tapi, main langsung ya baru di sini. Sama mbak widha, yeni, mas fufu, dan mas arga. Seru, sampai dalam beberapa jam, kami nggak sadar kalau kami sedang kemping di gunung. Soalnya hawa dingin tiba-tiba saja menghilang entah kemana. Tapi seiring mata yang sudah nggak bisa lagi diajak kompromi, kami nyerah juga.
Pagi hari kami berangkat lagi menyusuri death forest. sekitar seperempat jam kami tiba (lagi) di sana. Lumayan lah.
Oiya, ngomong-ngomong masalah naik gunung, susah sekali bicara “puncak” di Papandayan. Terakhir kami dengar dari orang-orang, 10 orang pendaki tersesat karena mencari puncak gunung Papandayan. Kalau nggak pake pemandu, susah sekali. Apalagi dalam cuaca hujan dan kabut yang terus membayangi, target kami kali ini padang edelweis, tegal alun.
Kami menyusuri jalan yang agak curam. Terus naik yang jelas. Sesekali saat kami berhenti, banyak ketenangan yang nggak bisa kami dapatkan di ramainya Jakarta. Benar-benar sejuk, tenang, alami, hijau, dan damai. Sangat indah. Di depan kami menghampar gundukan gunung, bukit, dan langit yang cerah. Asap dari kawah Papandayan dan beberapa suara memanjakan telinga, kicauan burung. Sungguh, tidak bisa memenui semua ini setiap hari. Di sana yang tersisa adalah rasa syukur. Karena aku sudah bisa merasakan semua itu bersama orang yang aku sayangi.
Sempat kami menebak-nebak, apa mungkin beberapa kilometer dari death forest ini puncaknya? Tapi, kami segera sadar kalau masih ada jalan yang membawa kami ke tempat yang lebih tinggi. Di depan semak-semak dan tanjakan yang agak gelap, ada cahaya terang yang datang dari arahnya.
Hwaaaaaa!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!
Padang edelweis!!!
Kami akhirnya sampai di sana. Alhamdulillah ya Allah. Perasaan lega dan senang luar biasa kami ekspresikan dengan berteriak sekencangnya. Lari sekencangnya lalu berhampuran ke padang. Indah sekali.
Selama satu jam kami menikmati suasana di tegal alun. Berfoto, saling canda, dan lari kesini-kesana. Menyenangkan.
Lalu kami turun dengan perasaan gembira. Masih sama seperti judul keberangkatan kami kemarin. Fun Piknik. Dan 3 hari ini memang luar biasa.
Meskipun mbak widha nggak ikut memburu death forest dan padang edelweis, tapi kami harus berterimakasih. Karenanya, tenda jadi rapi dan semua piring sudah dicuci. Hihihihi. Lain kali ikut naik yuk mbak :)
Ini ceritaku 13-15 April 2012
Foto-foto diambil oleh mas ubay. Kamsahamnida mas uuuub :')
0 comments:
Post a Comment
Terimakasih sudah mampir :))