Mata Kuliah Pengantar Studi Kependudukan, Sekolah Tinggi Ilmu Statistik
Oleh : Bp Hardius Usman
Keadaan perekonomian negara memang mempunyai pengaruh terhadap munculnya pekerja anak-anak. Tetapi bukan berarti persoalan pekerja anak hanya ada di negara-negara berkembang saja, seperti Indonesia, melainkan juga negara maju. Unicef (1997) menyebutkan bahwa pekerja anak-anak merupakan fenomena global yang dapat ditemui baik di negara berkembang seperti : Tanzania, Maroko, Portugal, Indonesia, dan Filipina, maupun di negara maju, seperti di Inggris dan Amerika Serikat. Sedang Irwanto et al (1994) mengatakan di negara maju pun terdapat pekerja anak-anak, walau sifat dan jenis pekerjaannya berbeda. Keberadaan pekerja anak di negara maju juga dikatakan Bellamy (1997), tapi dengan menunjukkan adanya perbedaan tujuan anak-anak bekerja. Dimana di negara maju, anak-anak sering kali bekerja untuk uang saku, sedangkan di negara-negara berkembang untuk membantu perhasilan keluarga.
Thapa, Chetry dan Aryal (1996) mengatakan bahwa di banyak negara barat anak-anak mendapat bayaran untuk pekerjaannya, dan didorong oleh orang tuanya untuk bekerja selama liburan sekolah sebagai cara untuk membuat anak-anak mandiri dan menghargai pekerjaan dan waktu. Sedang di negara berkembang, pekerjaan ditempatkan sebagai sumber pendapatan keluarga, sebagai pengganti sekolah atau belajar.
Perbedaan yang dikemukakan Irwanto (1994), Bellamy (1997), dan Thapa et al(1996) di atas, merupakan hal yang mendasari permasalahan pekerja anak-anak di negara berkembang lebih mencuat ke permukaaan. Di negara-negara berkembang, umumnya pekerja anak kurang mendapat perlindungan, sehingga sangat rentan untuk dieksploitasi, dan dipekerjakan di lingkungan yang berbahaya.
Sampai saat ini permasalahan pekerja anak-anak, bukan tentang pekerja anak-anak itu sendiri melainkan terjadinya eksploitasi terhadap anak-anak atau menempatkan anak-anak di lingkungan pekerjaan berbahaya.oleh karena itu, permasalahan tersebut menjadi prioritas ILO untuk menghapuskannya. Pada tahun 1996, ILO mengajukan pembahasan suatu konvensi mengenai pekerja anak-anak di lingkungan yang membahayakan atau penghapusan sbagian besar bentuk kerja anak yang tidak dapat ditolerir (Bellamy, 1997).
Unicef telah menetapkan beberapa kriteria pekerja anak-anak yang eksploitatif, yaitu bila menyangkut :
> Kerja penuh waktu (full time) pada umur yang terlalu dini
> Terlalu bayak waktu yang digunakan untuk bekerja
> Pekerjaan yang menimbulkan tekanan fisik, sosial, dan psikologis yang tak patut terjadi
> Upah yang tidak mencukupi
> Tanggung jawab yang terlalu banyak
> Pekerjaan yang menghambat akses pada pendidikan
> Pekerjaan yang mengurangi martabat dan harga diri anak, seperti : perbudakan atau
pekerja kontrak paksa dan eksploitasi sosial
> Pekerjaan yang merusak perkembangan sosial dan psikologis yang penuh
Melihat kriteria tersebut, ternyata di Indonesia masih banyak anak-anak yang diperkalukan demikian. Anak-anak yang bekerja di jermal merupakan salah satu contoh. Joni (1999) menggambarkan bahwa jermal merupakan unit bangunan penangkapan ikan, dibangun di tengah perairan Selat Malaka, berada di sepanjang pantai timur Sumatera Utara. Letaknya tidak kurang sekitar 6-8 mil dari pantai, dan secara geografis terisolir dari komunitas, komunikasi, dan nyaris tanpa transportasi.
0 comments:
Post a Comment
Terimakasih sudah mampir :))